Harapan Crystal Palace untuk tampil di Liga Europa musim 2025/2026 kandas setelah UEFA secara resmi mencoret nama mereka dari daftar peserta.
Keputusan ini diambil karena klub asal London tersebut melanggar regulasi kepemilikan ganda, menyusul fakta bahwa pemilik saham mereka, John Textor, juga menguasai mayoritas saham klub Prancis, Lyon.
UEFA mengacu pada aturan yang melarang dua klub dengan kepemilikan yang saling beririsan berpartisipasi dalam kompetisi yang sama. Dalam kasus ini, baik Palace maupun Lyon berada di bawah kendali Eagle Football Group milik Textor.
Karena Lyon finis lebih tinggi di klasemen domestik—peringkat enam Ligue 1 dibanding Palace yang hanya berada di posisi ke-12 Premier League—maka Lyon yang diberikan hak tampil di Liga Europa.
Konsekuensi untuk Crystal Palace
Ekspresi pemain Crystal Palace usai mengalahkan Man City di final Piala FA 2024/2025 (c) AP Photo/Ian WaltonAkibat pencoretan ini, Palace yang sebelumnya lolos ke Eropa lewat jalur juara Piala FA, kini harus turun kasta ke UEFA Conference League.
Posisi mereka di Liga Europa digantikan oleh Nottingham Forest, yang turut menikmati bonus pendanaan awal sebesar £3,9 juta dari UEFA—uang yang semestinya diterima Palace.
Pihak Palace tak tinggal diam dan berencana membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Mereka menyatakan bahwa Textor sebenarnya sudah melepas sahamnya kepada pemilik New York Jets, Woody Johnson, senilai £190 juta.
Namun, karena transaksi itu belum disahkan Premier League dan melampaui tenggat UEFA per 30 April, klaim tersebut tak diakui.
Kacaukan Jadwal Premier League
Crystal Palace menjadi juara Piala FA musim 2024/2025 (c) AP Photo/Ian WaltonSelain kerugian finansial, keputusan UEFA ini turut memicu kekacauan jadwal di Premier League musim anyar.
Laga Forest kontra Palace yang dijadwalkan 24 Agustus terancam diubah, begitu pula pertandingan Palace melawan Aston Villa pada 29 Agustus yang berpotensi berbenturan dengan leg kedua kualifikasi Conference League.
Insiden ini menjadi sorotan tajam terhadap sistem kepemilikan multi-klub yang semakin marak di sepak bola Eropa. UEFA pun dihadapkan pada tantangan besar untuk meninjau kembali regulasinya agar tetap relevan dengan realitas industri sepak bola modern.